Renungan

CINTA SELALU MENJADI PEMENANGNYA

Kidung Agung 5:2-6

Pernikahan biasanya akan melewati tiga periode penting: pertama disebut sebagai honeymoon period. Kedua adalah disillusionment period (masa kekecewaan) dan terakhir periode paling indah disebut commitment period. Ketika pasutri sudah bertumbuh dan tiba pada komitmen baru maka mereka akan bergerak menjadi strong family.

Salomo dan Sulamit juga melewati fase itu. Mereka juga melewati periode kekecewaan. Bahkan dalam Kidung Agung 5-6, percakapan Salomo dan gadis Sulam menggambarkan 6 tahapan pertengkaran dan bagaimana mereka menyelesaikannya. Kali ini, kita akan membicarakan tahap pertama–konflik melukai kedua belah pihak. Perhatikan percakapan Salomo dan Sulamit:

Aku tidur, tetapi hatiku bangun.

Dengarlah, kekasihku mengetuk.

“Bukalah pintu, dinda, manisku, merpatiku, idam-idamanku, karena kepalaku penuh embun,

dan rambutku penuh tetesan embun malam!” (Kid. 5:2 ITB).

Salomo bekerja hingga larut malam. Dia pulang ke rumah, basah kuyup dengan embun pagi hari, dia sangat ingin disambut isterinya dengan kelembutan. Pada masa itu, seorang pria dan seorang wanita sering memiliki kamar tidur yang berbeda. Salomo mengetuk pintu kamar istrinya sehingga dia bisa masuk ke kamar tidurnya dan bersamanya, berbaring di bawah seprai dalam pelukannya, dan berbicara tentang harinya dengannya.

Dia mencari keintiman emosional dan fisik dengan istrinya. Dia membutuhkannya. Ia berbaring dekat isterinya, dan berkata kepadanya, “Aku tertidur, tetapi hatiku terjaga.” Suara Salomo mengganggu mimpi isterinya yang damai. Isterinya bangun dengan malas dan menjawab:

“Bajuku telah kutanggalkan,

apakah aku akan mengenakannya lagi?

Kakiku telah kubasuh,

apakah aku akan mengotorkannya pula?” (Kid. 5:3 ITB).

“Tidak malam ini. Aku sudah tidur, sekarang kamu ingin aku bangun dan berpakaian?” Mempelai wanita berkata: “Aku menunggumu, tetapi sekarang sudah lewat tengah malam. Jika kamu tidak bisa pulang pada jam yang tepat, jangan mengharapkan perhatian khusus dariku.” Keduanya terlihat egois. Salomo merasa tertolak. Hingga pada akhirnya hati isterinya berubah:

Kekasihku memasukkan tangannya melalui lobang pintu,

berdebar-debarlah hatiku.

Aku bangun untuk membuka pintu bagi kekasihku,

tanganku bertetesan mur; bertetesan cairan mur jari-jariku pada pegangan kancing pintu.

Kekasihku kubukakan pintu,

tetapi kekasihku sudah pergi, lenyap.

Seperti pingsan aku ketika ia menghilang.

Kucari dia, tetapi tak kutemui, kupanggil, tetapi tak disahutnya. (Kid. 5:4-6 ITB).

Sulamit berubah pikiran; ia sekarang bangun dan membuka pintu untuk meyambut suaminya. Ia mengasihi suaminya dan sedari sore ia merindukannya, mengapa tidak membuka pintu dan mendapatkannya? Sungguh menyedihkan, membaca apa yang terjadi selanjutnya. Sulamit telah berubah pikiran. Dia telah menambahkan aroma wewangian, dan penampilan malam seolah-olah itu bisa memiliki akhir yang bahagia. Tapi suaminya telah pergi.

Sulamit dan Salomo saling mengasihi. Apa gunanya berpura-pura tidak menginginkannya? Shulamit sekarang belajar bahwa cinta juga tidak boleh melewatkan momennya; ketika kehilangan momen untuk mencintai—maka tinggal penyesalan yang tersisa.

Pada akhirnya CINTA adalah pemenangnya—ia menjadi penawar segala kemarahan, kejengkelan terhadap penolakan dan penebus rasa bersalah!! Pakailah setiap momen yang tersedia untuk menunjukkan rasa cinta kepada pasangan Saudara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *